Karagenan merupakan kelompok polisakarida galaktosa
yang diekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar karaginan
mengandung natrium, magnesium, dan kalsium
yang dapat terikat pada gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhydro-galaktosa . Karagenan memiliki
sifat-sifat hidrokoloid sehingga banyak digunakan dalam produk pangan dan
industri. Selain digunakan sebagai
penstabil, sifat-sifat fungsional lainnya dalam produk pangan adalah
sebagai pencegah kristalisasi, pengemulsi, pembentuk gel, pengental, koloid
pelindung dan penggumpal. Beberapa marga rumput laut merah penghasil karagenan
antara lain Chondrus, Eucheuma, dan
Gigartina, namun pada umumnya untuk daerah tropis banyak dihasilkan oleh marga Eucheuma.
Karagenan memiliki kemampuan untuk
membentuk gel secara thermoreversible
atau larutan kental jika ditambahkan ke dalam larutan garam sehingga banyak
dimanfaatkan sebagai pembentuk gel, pengental, dan bahan penstabil di berbagai
industri seperti pangan, farmasi, kosmetik, percetakan, dan tekstil (Campo et al., 2009).
Di Indonesia alga merah terdiri dari 17 marga dan 34 jenis
serta 31 jenis di antaranya telah dimanfaatkan dan bernilai ekonomis. Namun,
tidak semua jenis yang dimanfaatkan dapat bernilai ekonomis tinggi dan
dibudidayakan. Hasil identifikasi terhadap jenis-jenis rumput laut merah yang
tersebar di berbagai perairan Indonesia ditemukan sekitar 23 jenis yang dapat
dibudidayakan, yaitu marga Eucheuma 6 jenis, marga Gelidium 3 jenis, marga
Gracilaria 10 jenis dan marga
Hypnea 4 jenis. Jenis rumput laut
di Indonesia yang mempunyai nilai ekonomis penting adalah dari kelas alga merah
yang mengandung karaginan dan agar-agar. Alga yang mengandung karaginan
(karaginofit) adalah dari marga Euchema,
Kappaphycus dan Hypnea, sedangkan
yang mengandung agar-agar (agarofit) dari marga Gracilaria dan Gelidium(Kordi,
2011).
Acanthopora sp.
Acanthophora memiliki nama lokal Abu-abu (Kangean) dan Bulung tombang hideng (Lombok). Tumbuh pada
substrat batu atau substrat keras lainnya, dapat bersifat epifit. Sebaran
tumbuhnya meluas di perairan Indonesia. Secara luas Acanthopora didistribusikan
ke seluruh daerah tropis dan subtropis di zona pasang surut dan subtidal (Widyastuti,2009)
. Alga ini memiliki manfaat yaitu sebagai bahan dasar pembuatan agar-agar dan
sebagai sumber carregeenan untuk pesta. (Manoa, 2001).
Gigartina sp.
Spesies ini biasanya tumbuh menempel di rataan batu pada
terumbu, terutama di tempat-tempat yang masih tergenang air pada saat air surut
rendah. (Afrianto dan Liviawat,2001). Spesies ini biasanya tumbuh menempel di
rataan batu pada terumbu, terutama di tempat-tempat yang masih tergenang air
pada saat air surut rendah. Alga ini dimanfaatkan sebagai sumber agar-agar,
carragenan, bahan anti bakteri dan bahan anti tumor. Alga ini juga kaya akan
asam folat dan asam folinat. Sejumlah dari mereka dapat diunakan sebagai bahan
mentah karageenan, sebagai contoh Gigartina stellatai (Romimohtarto dan Juwana,
2007)
Gracilaria sp.
Spesies ini memiliki nama lokal Rambukasang (Garut- Jawa
Barat). Di alam terdapat menempel pada substrat batu atau benda. lainnya. Alga
jenis ini sekarang merupakan tanaman budidaya di tambak yang banyak dijumpai di
daerah Takalar, Sulawesi Selatan. Habitat
awalnya berasaldari laut. Hal
ini terjadi karena tingkat toleransi hidup yangtinggi ampai
salinitas 15 per
mil (Anggadiredja,2006)
Keguanaan Spesies ini
diantaranya Sebagai bahan baku pabrik agar-agar di dalam negeri dan juga
merupakan komoditas ekspor. Sudah dibudidayakan di tambak. Mengandung bahan
untuk agar. Untuk Ekspor ke Jepang. Gracilaria sp. merupakan bahan mentah untuk
pembuatan agar-agar.Di Indonesia, rumput laut marga ini merupakan pemasok bahan
bakupabrik agar-agar (Romimohtarto dan Juwana, 2007).
Eucheuma spinosum
Spesies ini memiliki nama lokal Agar-agar patah tulang (Kepulauan
Seribu). Alga ini tumbuh tersebar di perairan Indonesia pada tempat-tempat yang
sesuai dengan persyaratan tumbuhnya, antara lain substrat batu, air jernih, ada
arus atau terkena gerakan air lainnya, kadar garam antara 28-36% dan cukup
sinar matahari. Alga ini yang diperoleh dari produksi alami dan budidaya
merupakan komoditas ekspor dan untuk konsumsi dalam negeri (Widyastuti,2009).
Di dalam negeri dimanfaatkan untuk bahan makanan, sayuran dan lalapan pada
beberapa tempat tertentu di wilayah pantai antara lain di Lombok. (Widyastuti,2010)
Amphiora sp.
Spesies ini melimpah di zona intertidal atas yang terisolasi
atau tempat terbuka dan pada teluk kecil kedalaman 7 m, tumbuh menempel pada
dasar pasir atau menempel pada substrat dasar lainnya di dasar lamun.
Persebarannya banyak terdapat di daerah tropis, saeprti di Indonesia. Umumnya
terdapat di daerah rataan terumbu, menempel pada batu. Tersebar luas di
perairan Indonesia. (Romimohtarto dan Juwana, 2007). Dalam dunia kesehatan
banyak dimanfaatkan sebagai bahan anti mikrobia. (Ditjen POM, 2000)
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E dan
Liviawati, E., 2001. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Penerbit
Bhratara, Jakakarta.
Anggadiredja,
T. Dkk. 2006. Rumput Laut. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta .
Campo VL,
Kawano DF, da Silva Jr DB, Carvaospho I,. 2009.
Carrageenans: Biological properties, chemical modifications and
structural analysis. A review.
Carbohydrate Polymers, Vol 77. No. 2. Hal : 167-180.
Ditjen POM.
2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan RI. .
Jakarta.
Kordi, H.G.
2011.Kiat Sukses Budi Daya Rumput laut di Laut dan Tambak. ANDI. Yogyakarta.
Manoa.
2001. Marine Algae. Hawai‘i: Botany Department. University of Hawai‘i.
Romimohtarto
Kasijan dan Juwana Sri. 2007. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.
Widyastuti, Sri.2009.
Kadar Alginat Rumput Laut yang Tumbuh di Perairan Laut Lombok. Jurnal Teknologi
Pertanian Vol. 10 No. 3. Hal : 144-152.
Widyastuti, Sri.2010.
SIFAT FISIK DAN KIMIAWI KARAGENAN YANG DIEKSTRAK DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DAN E.
spinosum PADA UMUR PANEN YANG BERBEDA. Agroteksos
Vol. 20 No.1.