Ekosistem perairan terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi satu sama lain. Komponen biotik meliputi seluruh mahluk hidup yang tinggal pada suatu habitat, sedangkan komponen abiotik merupakan habitat atau tempat tinggal mahluk hidup tersebut dengan berbagai karakteristik fisik dan kimia di dalamnya seperti: suhu, kekeruhan dan ketersediaan unsur hara sangat menentukan kelimpahan dan komposisi dari hewan makrozoobentos.
Suhu
Suhu menjadi faktor pembatas dalam ekosistem perairan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Suhu perairan berasal dari radiasi matahari yang mengalami perubahan transformasi energi cahaya dari matahari berubah menjadi energi panas sehingga mempengaruhi suhu di perairan (Izmiarti, 1990 dalam Alma Sina, 2005). Suhu lingkungan dapat mempengaruhi produksi enzim untuk kelangsungan metabolisme tubuh (Kwartana, 1999 dalam Alma Sina, 2005).
Arus
Kecepatan arus dipengaruhi oleh perbedaan gradien atau ketinggian antara hulu dengan hilir sungai. Apabila perbedaan ketinggian cukup besar maka arus air akan semakin deras. Kecepatan arus akan mempengaruhi jenis dan sifat organisme yang hidup di perairan tersebut. Kecepatan arus yang besar (>5m/detik) akan mengurangi jenis flora yang dapat tinggal sehingga hanya jenis-jenis yang melekat saja yang tahan terhadap arus dan tidak mengalami kerusakan fisik (Klein, 1972, dalam Noor Kholidah, 2005).
Perpindahan air sangatlah penting dalam penentuan penyebaran organisme, gas terlarut, dan garam-garam. Faktor ini juga mempengaruhi perilaku organisme kecil. Kecepatan aliran air pada permukaan sungai akan berbeda dengan kecepatan aliran di dasar sungai. Aliran air di dasar sungai kecepatannya jauh lebih lambat bila dibandingkan dengan kecepatan di permukaan. Perbedaan kecepatan aliran air tersebut dapat terlihat dalam adaptasi organisme yang hidup di sungai (Michael, 1996).
Kecepatan arus air akan mempengaruhi substrat dasar dari suatu perairan, sumber makanan melalui perpindahan nutrien dan adaptasi organisme yang hidup di badan air atau di dasar perairan. Organisme yang hidup di perairan yang berarus deras akan memiliki adaptasi dari segi ukuran, bentuk, dan kebiasaan hidup yang khusus (Allan, 1995 dalam Alma Sina, 2005). Biasanya insekta akuatik yang hidup di daerah berarus deras akan memiliki tubuh pipih dorsoventral dan merayap di substrat dasar perairan, contohnya Ecdyonurus (ordo: Ephemeroptera) serta Rhyacophila (ordo: Trichoptera).
Kekeruhan
Kekeruhan adalah suatu ukuran biasan cahaya di dalam air yang disebabkan oleh adanya pertikel koloid dan suspensi dari suatu bahan polutan yang terkandung di dalam suatu perairan. Nilai kekeruhan pada perairan alami merupakan salah satu faktor penting untuk mengontrol produktivitasnya. Kekeruhan yang tinggi akan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari oleh karenanya dapat membatasi proses fotosintesis sehingga produktivitas primer perairan cenderung akan berkurang.
Menurut Klein (1972) (dalam Noor Kholidah, 2005), kekeruhan terutama disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang bervariasi dari ukuran koloid sampai dispersi kasar. Kekeruhan di suatu sungai tidak sama sepanjang tahun, air akan sangat keruh pada musim penghujan karena aliran air maksimum dan adanya erosi dari daratan.
Padatan Tersuspensi (TSS)
Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan, tidak larut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikelpartikel yang ukurannya 1 sampai 0,001 µm, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, mikroorganisme dan sebagainya. Padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi O2 melalui fotosintesis dan menyebabkan air menjadi keruh.
Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut merupakan salah satu unsur pokok sebagai regulator pada proses metabolisme organisme, terutama untuk proses respirasi dan dibutuhkan sebagai petunjuk kualitas air (Odum, 1993). Kandungan oksigen terlarut di perairan berasal dari fotosintesis dan difusi langsung dari udara (Goldman dan Horne, 1983 dalam Noor Kholidah, 2005). Kedalaman sungai juga berpengaruh pada konsentrasi oksigen terlarut. Kedalaman yang besar akan menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut kecil.
Tingkat kelarutan oksigen dalam perairan alami dan air limbah tergantung dari aktivitas fisik, biologi dan biokimia dalam badan air (APHA, 1989). Konsentrasi dari oksigen terlarut merupakan salah satu parameter penting sebagai indikator pencemaran pada sungai dan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan mahluk hidup. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung atau agitasi permukaan air oleh angin dan arus (Michael, 1996). Oksigen yang terlarut dalam air dipengaruhi oleh suhu, tekanan parsial gas yang ada di udara maupun di dalam air, kadar garam serta senyawa atau unsur yang mudah teroksidasi air (Kwartana 1999 dalam Alma Sina, 2005).
Derajat Keasaman (pH)
Salah satu faktor yang mempengaruhi sifat kimia air sungai adalah pH. Air yang dianggap jernih misalnya air yang masih bersih dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang cenderung netral (pH = 7). Semakin ke arah hilir nilai pH akan semakin berfluktuasi. Hal ini disebabkan karena adanya pertambahan bahan-bahan organik yang dapat membebaskan karbondioksida sehingga terjadi peningkatan dan penurunan bilangan pH akibat terbentuknya garam karbonat dari ikatan antara CO2 dengan molekul air (Rutner dalam Rondo, 1982 dalam Alma Sina, 2005).
Konduktivitas (Daya Hantar Listrik)
Konduktivitas menggambarkan kadar garam-garam yang terionisasi atau terlarut dalam air. Air menjadi penghantar arus listrik bilamana zat dilarutkan di dalamnya, dan hantarannya (hantaran jenis) sebanding dengan banyaknya zat yang terlarut. Zat-zat ini adalah ion-ion yang bertindak sebagai penghantar arus listrik. Banyaknya ion dalam larutan dapat ditentukan dengan melihat kemampuan air dalam menghantarkan arus listrik (Michael, 1996).
Air merupakan pelarut yang paling efektif. Molekul air mampu membentuk hidrogen berikatan dengan molekul yang mengandung atom-atom oksigen, kelompok hidroksi OH- atau nitrogen yang mampu mengikat hidrogen. Ikatanikatan tersebut membentuk larutan yang mudah digunakan oleh organisme yang hidup di dalam air. Pengaruh konduktivitas terhadap hewan akuatik dihubungkan dengan kesadahan perairan, yaitu tergantung pada tinggi rendahnya konsentrasi ion-ion kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+) (Faturrahman, 1992 dalam Alma Sina, 2005).
Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)
Uji BOD merupakan uji biokimia yang bertujuan mengukur jumlah zat organik yang mungkin dioksidasi oleh bakteri-bakteri aerobik, yang biasanya diukur pada jangka waktu lima hari pada suhu 200C. Hasil uji BOD dapat diterjemahkan sebagai jumlah oksigen yang digunakan selama oksidasinya karena terdapat hubungan kuantitatif di antara jumlah oksigen yang perlu untuk mengubah sejumlah campuran organik menjadi karbondioksida dan air (Mahida, 1993).
Dalam uji BOD, hilangnya oksigen terlarut yang utama adalah disebabkan oleh penguraian dengan melihat perbandingan tingkat oksigen terlarut dalam sampel air tawar dengan air yang sama setelah disimpan selama beberapa waktu pada ruang gelap. Penurunan oksigen terlarut yang terukur membantu untuk menduga penurunan tingkat oksigen terlarut di air alam (Michael, 1996).
Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)
Uji COD digunakan secara luas sebagai suatu ukuran kekuatan pencemaran dari air limbah domestik maupun industri. Uji ini digunakan untuk mengukur oksigen yang dibutuhkan pada saat mengoksidasi bahan-bahan organik. Bahan oksidasi yang digunakan adalah potasium dikromat (K2Cr2O7) yang dapat diperoleh dalam keadaan yang sangat murni. Kondisi sampel yang diuji harus dalam keadaan asam yang sangat kuat sehingga potasium dikromat dapat mengoksidasi berbagai macam bahan organik secara hampir keseluruhan menjadi karbondioksida dan air. Uji ini cocok digunakan dalam analisis tentang air limbah, selokan-selokan serta air yang tercemar. Uji ini secara khusus bernilai apabila BOD tidak dapat ditentukan karena terdapat bahan-bahan beracun (Mahida, 1993).
Senyawa Amonium, Nitrit, Nitrat
Amonium dilepaskan ke dalam air oleh penguraian organik dan juga sebagai buangan metabolik organisme perairan. Amonium tergabung ke dalam rantai makanan dalam bentuk nitrit dan nitrat yang penting bagi pertumbuhan tumbuhan. Dalam jumlah besar, amonium dapat menjadi polutan yang berbahaya dan beracun bagi kehidupan hewan karena mempengaruhi kecepatan pertumbuhan, daya tahan fisik dan daya tahan terhadap penyakit (Michael, 1996). Hanya bentuk amonium tidak terion yang beracun bagi kehidupan perairan karena amonium terion tidak dapat terdifusi melalui jaringan sehingga tidak dapat masuk ke hewan dari media luar kecuali bila pH di lingkungan lebih tinggi dari yang ada di dalam tubuh maka amonium akan terbawa masuk ke dalam tubuh hewan.
Nitrat dan nitrit merupakan bentuk nitrogen teroksidasi dengan tingkat oksidasi masing-masing +3 dan +5. Nitrat merupakan suatu unsur penting dalam sintesa protein tumbuhan, namun pada badan perairan yang memiliki jumlah nitrat yang berlebih akan menyebabkan kurangnya oksigen terlarut di perairan dan menyebabkan banyak organisme yang mati. Sedangkan nitrit merupakan suatu tahapan sementara dari proses oksidasi antara amonium dan nitrat yang dapat terjadi pada badan-badan perairan (Alaerts dan Santika, 1987).
Senyawa Fosfat
Dalam badan perairan, fosfat berada pada bentuk fosfat terlarut dan faktor organik yang terkandung dalam plankton. Sumber utama fosfat adalah batuan alami yang mengandung fosfor. Salah satu bentuk fosfat yang ada di air alam maupun dalam limbah adalah orthofosfat.
Dalam limbah, fosfat dapat berasal dari limbah domestik, pertanian maupun industri. Di daerah pertanian, orthofosfat dapat berasal dari pupuk yang larut bersama air hujan dan masuk ke saluran drainase. Bila kadar fosfat di perairan terganggu, kondisi ini dinamakan oligotrof. Namun, bila kadarnya sangat tinggi maka pertumbuhan tanaman akan tidak terbatas sehingga menghabiskan oksigen yang ada di perairan tersebut (Alaerts dan Santika, 1987).
Tags:
referensi